Monday 13 July 2015

Death by Chocolate in Brussels

 "In Brussels, you are able to have a lot of appointments in a day. In Paris, you can have one, two, maybe three, but you spend all your time on the road, in the car or in the suburbs. In Brussels, everything is easy. It's not a very big city, and the people are very quiet and warm.” 
– Eric-Emmanuel Schmitt

Perjalanan dari Amsterdam ke Brussels menggunakan Megabus dari Zeeburg P&R coach park dijadwalkan jam 11.30 AM. Gw datang pas jam setengah 12 karena lagi-lagi hampir nyasar. Dari kemarin naik tram atau bus selalu ramai dan turun bersamaan jadi gw ga tau misalnya mau turun harus pencet tombol Stop kalo ga ada yang pencet yah lewat aja. Gw pikir Megabus ini berada di terminal besar ternyata terminal busnya hanya dikhususkan untuk Megabus yang berada di dalam parkiran mobil di daerah Zuiderzeeweg. Pantes ga sadar udah kelewat beberapa stasiun. Gw check-in ke kondekturnya yang berbicara dengan akses British yang kental. Megabus yang punya slogan Low cost inter city bus travel serving Europe ini merupakan perusahaan bus dari Inggris. Selama perjalanan di Eropa dan Inggris gw mengandalkan Megabus karena harganya paling murah. Fasilitasnya sudah termasuk wifi, kabel colokan standar Inggis, dan kursi yang nyaman. Sayang wifinya selama perjalanan ke Brussels tidak berfungsi. Bus menuju Brussels sepi, gw duduk sendirian sambil menikmati perjalanan. Setelah 3 jam perjalanan bus tiba di Rue du Cardinal Mercier Coach Stand Brussels. Terminal bus di Brussel berada di pusat kota, pas turun langsung berdecak kagum liat bangunan-banguan tua di sini. Kotanye bener kecil, sepi, dan tenang. 

 The capital city of Belgium and the busiest railway station in Belgium

Cuaca saat itu mendung dan sedikit gerimis, gw segera mempercepat langkah mencari tram menuju ke rumah host sebelum hujan deras. Host gw kali ini bernama Valentine François usianya 27 tahun, Valentine menerima last request gw beberapa hari sebelum kedatangan ke Brussel. "My house is open to you. I have to work on my thesis so I won't have much time to show you around but I can definitely advice you were to go and show you a bit around while taking a break." balas dia. Tiba depan rumahnya seorang wanita berambut pirang dengan dengan kulit berwarna pucat menyambut dengan hangat. Dia tinggal di rumah klasik khas Eropa bersama keluarganya. Valentine menunjukkan koleksi-koleksi buku hingga koleksi musiknya. Hal yang bikin gw tertarik untuk dihost dia karena selera musik kita sama. We enjoy Britpop music! Valentine memberikan kamar sewaktu dia kecil yang sekarang dijadikan guest room. Dekorasi kamarnya Tin-Tin yang penuh dengan komik-komik Tin-Tin berbahasa Prancis. Dia bilang nanti malam akan nongkrong di bar buat nonton final piala dunia, "You can come, I'll text you the address" 

Valentine who always wanted to visit Sheffield who's the hometown of PULP

My Tin-Tin room in Brussels

Setelah rapi, gw jalan-jalan ke pusat kota. Valentine memberikan kunci rumahnya just in case I can't make it to the bar. Baru jalan kaki dan nunggu tram bentar, hujan langsung deras. Cuaca di Brussels ini labil bisa tiba-tiba hujan, tiba-tiba berhenti dan tiba-tiba panas terik jadi lebih baik siap payung serta rain coat. Anginnya walau musim panas pun masih dingin dan kencang. Nunggu hujan dan tram agak lama jadi keingat dulu pernah mimpi kebangun di kota yg benar-benar asing. Kotanya sepi, tenang, hangat, dan transportasinya sangat rapi. Di mimpi itu gw sedang buru-buru karena ketinggalan tram hingga akhirnya lari-lari untuk mengejar tram itu. Saat liat tram-tram di Brussels gw baru sadar bahwa kota asing itu adalah Brussels. Ini lah yang disebut dreams come true.

Brussel ini kota kecil jadi untuk keliling objek wisatanya 1 hari aja cukup. Grand Place, Parc de Bruxelles, Manneken Pis, Centre Belge de la bande dessine, Palais de Justice, Place Poelaert, Place Royal, tempatnya saling berdekatan dan bisa dieksplor dengan jalan kaki seharian. Gw naik tram hanya pulang pergi dari tempat host ke pusat kota seharga 2,50 Euro. Jangan lupa selalu scan tiket di mesin, awal naik tram gw beli tiket di supir tapi gw ga tau kalo tiket itu harus di scan. Gw pikir udah discan otomatis oleh supirnya ternyata harus scan di mesin dekat pintu masuk / pintu keluar. Dasar orang udik! Untungnya ga ada yang ngeh, kan malu ketauan noraknya. Tapi lumayan lah tiket yg belum ke scan bisa buat tiket pulang hehe.

 Square de la Putterie

 Belgium Fritas Cafe in Brussels

 The Galeries Royales Saint-Hubert. The oldest mall in Europe built in the 19th century

 The Grand Palace or Grote Markt is the central square of the City of Brussels.

Belum lengkap ke Belgia kalo belum ke Manneken Pis. Patung anak kecil yang sedang pipis ini terkenal dan paling dicari di Brussels. Padahal mah patungnya kecil gitu doang, entah apa yang membuat si kecil ini terkenal. Di sekitar Maneken Pis jangan lupa icip-icip kulineran khas Belgia, yaitu coklat Belgia. Pertama kali yang gw incer adalah Belgian Waffle dengan tambahan topping yang katanya must try! Harga waffelnya hanya 1 Euro dengan tambahan topping rasa 0,8 Euro dan topping buah 1 Euro. Setelah itu mampir ke toko coklat yang menyediakan sampel coklatnya gratis. I'm in heaven! Cobain berbagai jenis coklat Belgia gratisan. Gw beberapa kali bulak balik ke toko coklat ini buat ambil sampel coklatnya hehe.

Little man Pee in Dutch or le Petit Julien in French

The statue is dressed in costume several times each week

Busy street. The famous Belgian Waffle near Mannekin Pis 

Death by chocolate

Malam itu akhirnya gw skip ke bar bareng Valentine. Final Piala Dunia 2014 gw habiskan dengan beristirahat. Perjalanan masih panjang, I must save my energy for tomorrow. England here I come!

xoxo,
RIFKA

No comments:

Post a Comment